JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia menjadi kajian menarik ilmuwan dunia, terutama yang bergelut dalam ilmu-ilmu humaniora. Sayangnya, ilmuwan dalam negeri kurang menyadari berbagai obyek menarik yang berada di Indonesia.
Demikian antara lain pokok pemikiran yang mengemuka dalam pertemuan puncak Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia (I4) kelompok Humaniora yang ditutup Sabtu (18/12/2010) lalu. Ilmuwan Indonesia dari sejumlah lembaga penelitian dan perguruan tinggi dunia berkumpul untuk merumuskan berbagai hal yang bisa disumbangkan untuk Indonesia.
Dalam pertemuan itu terungkap, Indonesia memang banyak mengadopsi pemikiran-pemikiran dunia, seperti sosialisme, liberalisme, kapitalisme, dan paham lainnya. Namun, kelebihan Indonesia adalah bisa meramu berbagai paham ini dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
”Pokok bahasan yang menarik kalangan ilmuwan dunia adalah Pancasila. Namun, di dalam negeri Pancasila justru mulai tak diperhatikan,” ungkap Muhamad Ali, Asisten Profesor Departemen Kajian Agama dan Kajian Asia Tenggara di Universitas California, Amerika Serikat.
Pancasila dianggap menarik karena bisa meramu berbagai ideologi dunia serta menyatukan berbagai etnis, suku, dan adat yang sangat beragam di Indonesia. Pancasila juga menyumbangkan pemikiran humaniora pada dunia, terutama soal monoteisme, kemanusiaan, gotong royong, pemerataan, dan keadilan sosial.
Kajian menarik lainnya bagi ilmuwan dunia adalah soal konsep Negara Kesatuan RI karena bisa mengakulturasikan konsep sentralisasi seperti di China dengan federalisme seperti di Amerika Serikat menjadi desentralisasi dengan titik berat otonomi di kabupaten dan kota.
Begitu pun konsep Wawasan Nusantara menjadi kajian menarik ilmuwan humaniora dunia karena laut bukan menjadi pemisah, melainkan perekat atau pemersatu negara. Apalagi di dalamnya ada ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) yang merupakan alur yang boleh dilalui kapal dan pesawat asing.
”Ini sangat menarik ilmuwan dunia,” kata Muhamad Ali.
Kondisi tersebut menurut Muhamad Ali, semestinya menjadi tantangan ilmuwan Indonesia untuk memberikan sumbangan kepada ilmu humaniora dunia.
”Indonesia bukan hanya sekadar konsumen ilmu humaniora dunia, melainkan juga produsen ilmu humaniora” ungkapnya.
Guru jadi inspirasi
Pada bagian lain, para ilmuwan dunia itu menekankan perlunya semua pihak segera mengembalikan martabat guru sebagai tenaga pendidik yang otonom.
”Profesionalisme guru harus ditingkatkan melalui berbagai program pengembangan profesi guru dan pemberian kompensasi yang layak bagi mereka,” kata pengajar The Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Australia, Putu Pendit, saat menyampaikan rekomendasi kluster pendidikan dalam pertemuan itu.
”Pendidik harus bisa menjadi inspirasi, membangkitkan inovasi, dan mengembangkan intelektual murid,” katanya.
Ken Kawan Soetanto, Guru Besar Universitas Waseda, Jepang, yang memiliki empat gelar doktor, menambahkan, semakin berkembangnya internet membuat murid dapat dengan mudah mengakses informasi yang tidak diberikan guru di sekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar