Mulai masuk ke Jalur Formal

opini-Seputar Indonesia
Monday, 13 December 2010
SELAMA ini kewirausahaan sosial dianggap sebagai gerakan sosial yang muncul didasarkan pada keprihatinan akan kondisi lingkungan. Namun,bagaimana bila kewirausahaan sosial dijadikan materi kurikulum dan diajarkan di lembaga formal?

Kewirausahan sosial (social entrepreneurship) menjadi makin populer terutama setelah salah satu tokohnya, Dr Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh, mendapatkan hadiah Nobel untuk Perdamaian pada 2006. Tetapi, sesungguhnya social entrepreneurship sudah dikenal ratusan tahun lalu diawali antara lain oleh Florence Nightingale (pendiri sekolah perawat pertama) dan Robert Owen (pendiri koperasi).

Pengertian social entrepreneurship sendiri berkembang sejak era 1980-an yang diawali para tokohtokoh seperti Rosabeth Moss Kanter, Bill Drayton, Charles Leadbeater, dan Profesor Daniel Bell dari Universitas Harvard yang sukses dalam kegiatan social entrepreneurship karena sejak 1980 berhasil membentuk 60 organisasi yang tersebar di seluruh dunia. Pengertian sederhana dari social entrepreneur adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan, dan kesehatan (healthcare).

Jika business entrepreneurs mengukur keberhasilan dari kinerja keuangannya (keuntungan ataupun pendapatan), maka keberhasilan social entrepreneur diukur dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Karena itu, kewirausahaan sosial memang dikenal sebagai sebuah gerakan, bukan hanya sebuah disiplin ilmu. Meski demikian, secara definisi, kewirausahaan diartikan sebagai ilmu yang menggabungkan antara kecerdasan berbisnis, inovasi, dan tekad untuk maju ke depan.

Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat. Para wirausaha sosial diibaratkan sebagai seseorang yang sedang menabung dalam jangka panjang karena usaha mereka memerlukan waktu dan proses yang lama untuk dapat terlihat hasilnya.

Wirausaha sosial menjadi fenomena sangat menarik saat ini karena perbedaannya dengan wirausaha tradisional yang hanya fokus terhadap keuntungan materi dan kepuasan pelanggan, serta signifikansinya terhadap kehidupan masyarakat. Kajian mengenai kewirausahaan sosial melibatkan berbagai ilmu pengetahuan dalam pengembangan serta praktiknya di lapangan.

Yang jelas, kewirausahaan sosial sering dianggap sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi suatu bangsa, menghilangkan kesenjangan, dan bermuara pada pemberdayaan masyarakat sehingga memperoleh kesempatan yang sama untuk memperbaiki kehidupan. Di Indonesia, kewirausahaan sosial masih merupakan sebuah gerakan, pun kalau diajarkan masih dalam bentuk pelatihan (training).

Namun untuk pertama kalinya di Indonesia, kini kewirausahaan sosial mulai diajarkan dalam bangku pendidikan formal. Universitas Ciputra Surabaya telah memulainya. Dengan bobot empat satuan kredit semester (SKS) yang diajarkan dalam dua semester. Menurut Staf Pengajar Kewirausahaan Sosial Universitas Ciputra Jimmy Ellya Kurniawan, kurikulum kewirausahaan sosial yang diberlakukan di Universitas Ciputra merupakan yang pertama di Indonesia.

“Saat ini baru ada satu kelas yang mengikuti mata kuliah kewirausahaan sosial, yang diikuti 45 mahasiswa dari semua lintas jurusan,” ujarnya. Materi kuliah yang diberi nama entrepreneurship 5.2 social entrepreneur ini memang baru dijalankan September–Desember tahun 2010. Mata kuliah ini dimasukkan dalam pengajaran kelas hari Rabu, yang harus diikuti semua mahasiswa Ciputra lintas jurusan yang umumnya berada di semester lima.

Menurut Jimmy, karena merupakan mata kuliah baru,maka hanya dibuka untuk satu kelas, meski peminatnya sebenarnya lebih dari angka 45 mahasiswa. “Kampus kami memang fokus pada pengajaran kewirausahaan. Jika selama ini kami fokus pada kewirausahaan secara bisnis, maka kini kami mulai merambah ke elemen lain kewirausahaan yakni sosial,” papar Jimmy yang juga seorang psikolog. Dalam penggodokan materi kurikulum kewirausahaan sosial ini, Universitas Ciputra bekerja sama dengan Ashoka Indonesia.

Prosesnya, setelah mendapatkan masukan dari Ashoka,dilanjutkan ke Biro Perkuliahan Umum (BPU).Setelah itu, disusun materi kurikulumnya. Pengajar yang terlibat dari dalam kampus maupun luar kampus biasanya mengundang para praktisi termasuk perwakilan dari Ashoka Indonesia. Apa saja materi yang diajarkan dalam kuliah kewirausahaan sosial? Menurut Jimmy kuliah kewirausahaan sosial memang tidak sama dengan materi kuliah lain.

Untuk pertama kali,mahasiswa diajarkan untuk menggali keinginan dan semangatnya untuk melakukan perubahan sosial (passion).Dalam arti, mahasiswa diberikan pengertian tentang pentingnya mengubah mindset menjadi seorang pebisnis tidak melulu mengejar keuntungan semata melainkan juga harus bermanfaat bagi lingkungan. Kemudian,tahap kedua,mahasiswa diminta untuk mencari target komunitas yang ingin dilakukan perubahan.

Bisa dilakukan pada lingkungan sekitar dengan isu yang beragam,baik lingkungan, pendidikan, yang harus disesuaikan dengan kebutuhan komunitas tersebut. Sehingga, mahasiswa harus berusaha mencari tahu apa sebenarnya kebutuhan riil dari komunitas tersebut agar mereka bisa berubah menjadi l e b i h baik.Hal ini bisa dilakukan dengan cara wawancara atau strategistrategi lain. Setelah diketahui permasalahan dan kebutuhan dari komunitas yang menjadi target tersebut, mahasiswa harus mencari ide atau program yang akan dijalankan untuk membantu komunitas.

Bisa jadi ide itu sesuai bakat si mahasiswa, kemudian dikaitkan dengan kebutuhan komunitas. Hal inilah yang nantinya menjadi titik tolak utama sebelum mahasiswa menjalankan programnya melakukan perubahan sosial. “Jadi, ukurannya jelas. Misalnya komunitas A sebelumnya dalam keadaan apa,kemudian mahasiswa ingin mengubahnya menjadi dalam keadaan lain yang semuanya bisa diukur dalam program atau ide yang mereka paparkan,” ungkapnya.

Meski mahasiswa tidak diberikan kewajiban untuk benar-benar menjalankan gerakan perubahan sosial dari ide yang mereka buat, penilaian kelulusan mata kuliah ini tidaklah mudah. 45 mahasiswa yang mengikuti program mata kuliah kewirausahaan sosial ini dibagi dalam sembilan kelompok yang masing-masing harus mempresentasikan programnya di depan para penguji. Setiap kali ujian ada tiga panelis yang merupakan para peraih penghargaan kewirausahaan sosial Ashoka Indonesia.

Para panelis ini pun tidak hanya menguji seberapa layak program yang ditawarkan namun juga apa saja yang sudah dilakukan mahasiswa untuk melaksanakan misinya untuk melakukan perubahan sosial. “Meski tidak ada kewajiban bagi mahasiswa kami, agar setelah lulus nanti mereka menjadi seorang wirausaha sosial namun paling tidak kami telah memberikan bekal tentang mindset wirausaha sosial,”tambahnya.

Meski demikian, pada mata kuliah semester selanjutnya atau pada semester 6,mahasiswa sudah ditagih untuk menjalankan program- programnya.Sehingga,sejak dini mahasiswa yang sebelumnya belajar bisnis secara tradisional, kini diajarkan tentang pentingnya berbagi dan melakukan pemberdayaan masyarakat. Jika materi kewirausahaan sosial yang merambah bangku pendidikan formal di Indonesia tergolong baru,di Amerika Serikat (AS) hal ini sudah dimulai sejak 2004.

Menurut catatan Ashoka, pada 2004 baru ada 20 universitas di AS yang memberikan materi kuliah tentang kewirausahaan sosial. Saat ini sudah ada hampir 100 universitas di AS yang melakukan hal serupa. Di antaranya adalah Arizona State University, Duke University, dan Marquette University yang terpilih untuk bergabung dalam the Ashoka U Changemaker Campuses.

“Ketertarikan ini didorong oleh meningkatnya masalah sosial yang menyita perhatian.Sehingga, mahasiswa diminta agar mereka mendapatkan bekal ilmu yang cukup untuk melakukan sesuatu yang berarti bagi lingkungan mereka,” demikian diungkapkan Marina Kim,Director Ashoka U,dalam pernyataan resminya (29/08). (abdul malik/islahuddin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar