Distorsi Statistik, dan Kesenjangan Nasional

Oleh Satryo Soemantri Brodjonegoro,
Anggota Komisi Ilmu Rekayasa Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

MEDIA INDONESIA. Menjelang akhir 2010 masyarakat disuguhi data capaian pembangunan ekonomi dan sosial selama tahun 2010 dan prediksinya untuk tahun 2011. Data tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6%-7%, suatu angka yang cukup tinggi untuk ukuran negara besar seperti Indonesia. Ironisnya, di masyarakat masih terjadi berbagai musibah akibat kemiskinan, utamanya akibat kelaparan dan kesehatan yang sangat buruk. Pertanyaannya adalah apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa sampai terjadi ketidaksesuaian antara gambaran nasional dan kondisi masyarakat?


Dampak pendekatan statistik
Data pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata tidak membumi, tidak menggambarkan keadaan riil di masyarakat karena diperoleh secara statistik. Padahal metode statistik mempunyai banyak celah kelemahan apabila tidak cermat dan hati-hati menggunakannya. Data statistik adalah data agregasi yang menggambarkan kondisi makro, sehingga informasi detail tidak tergambarkan. Bahkan dalam banyak hal data agregasi tersebut justru mengaburkan informasi detail yang riil. Data riil yang detail yang diperoleh dari hasil survei lapangan dan sensus responden kemudian diolah dan dimanipulasi secara statistik untuk menghasilkan gambaran makro. Pertanyaannya adalah bagaimana menghasilkan gambaran makro yang riil dan kredibel sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinyatakan relatif tinggi padahal masyarakatnya sebagian besar masih miskin, artinya terjadi kesenjangan ekonomi yang cukup besar di masyarakat. Pendapatan dan aset kelompok masyarakat kaya dan sangat kaya saat ini terus-menerus meningkat secara signifikan padahal populasi mereka sangatlah kecil, tidak lebih dari 5% penduduk Indonesia. Sementara pendapatan kelompok masyarakat miskin berkurang terus secara signifikan padahal populasi mereka sangatlah besar, lebih dari 60% penduduk. Secara rata-rata nasional, jika dihitung berdasarkan statistik, terjadi kenaikan pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi, namun pada kenyataannya tidak terjadi peningkatan kesejahteraan nasional, bahkan yang terjadi sebenarnya adalah peningkatan kesenjangan nasional. Hal ini tentunya tidak diinginkan karena kesenjangan yang besar akan dapat mengganggu stabilitas nasional.

Gambaran tersebut menunjukkan betapa data statistik dapat memberi informasi yang distortif dan menyesatkan, yang tidak menunjukkan keadaan masyarakat yang sebenarnya. Untuk menghindarkan pengambilan kebijakan yang salah, penggunaan data statistik harus dicermati dan diwaspadai. Data statistik tidak seharusnya digunakan mentah-mentah untuk penetapan kebijakan yang bersifat nasional. Data statistik seharusnya hanya digunakan sebagai alat bantu untuk melihat tren perkembangan secara makro dan untuk melakukan ekstrapolasi makro atau prediksi makro.

Upaya mengatasi kesenjangan
Dalam hal program pengentasan kemiskinan, data yang digunakan adalah data kemiskinan yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pertanyaannya adalah bagaimana ketajaman dan kecermatan BPS dalam menyusun data tersebut. Pada kenyataannya data BPS menunjukkan bahwa kemiskinan berkurang, padahal masyarakat miskin saat ini semakin menderita dan kemiskinan bertambah terus. Secara sederhana saja, kenaikan harga terus terjadi sedangkan pendapatan masyarakat miskin tidak lebih baik dari waktu ke waktu. Data statistik sangat bergantung pada cara penjaringan data dan jenis pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Di sisi lain cara penjaringan data dapat diarahkan untuk kepentingan tertentu termasuk kepentingan politik. Dengan demikian sangat mungkin terjadi bahwa data statistik sangat bias dengan kepentingan tertentu sehingga menjadi tidak realistis. Para pengambil kebijakan kemudian hanya mengandalkan data BPS untuk kebijakan nasionalnya, dan karena data BPS tersebut tidak akurat, terjadilah kesenjangan di masyarakat.

Data statistik akan sangat bermakna apabila diterapkan pada komunitas yang homogen dengan distribusi normal, data tersebut akan dapat menggambarkan keadaan riil komunitas tersebut. Untuk Indonesia, sebagai negara yang majemuk dan yang kesenjangannya luar biasa, metode statistik harus diterapkan per komunitas yang homogen dengan distribusi normal. Dengan demikian, nantinya kebijakan nasional yang diambil berdasarkan data tersebut berlaku untuk komunitas yang bersangkutan. Artinya, kebijakan nasional pembangunan tidak harus seragam untuk seluruh wilayah, tetapi bersifat spesifik unik untuk tiap wilayah sesuai potensi dan keunikan masing-masing, yang seragam adalah tujuannya, yaitu menyejahterakan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat hanya dapat diatasi dengan meminimalkan kesenjangan sosial, dan ini hanya dapat diwujudkan jika menggunakan data dan informasi riil di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar